Lebaran di Indonesia identik dengan halal bi halal, ajang saling memaafkan yang dapat mempererat tali silaturahmi. Kopi sering menjadi alat dan saksi silaturahmi tersebut. Di berbagai daerah di Indonesia, pantang tak menyajikan secangkir kopi hitam panas untuk tamu yang bertandang ke rumah. 

Lewat sesapan kopi panas, cerita pun mengalir deras, diselingi gurauan-gurauan atau petuah-petuah bernas. Kebiasaan ini menurun kepada generasi yang lebih muda, generasi milenial dan generasi Z. Dalam berbagai acara silaturahmi dan reuni yang digelar di restoran atau kafe, kopi menjadi salah satu minuman favorit yang dipesan untuk mengiringi percakapan yang kian hangat. 

Namun, untuk mendatangkan biji kopi berkualitas demi menghasilkan kopi hitam terbaik yang dapat disesap sembari bernostalgia atau bercengkerama, memerlukan upaya ekstra akhir-akhir ini. Sejumlah pemilik kedai kopi, kafe, dan restoran di Bogor, misalnya, mulai mengeluh kesulitan mencari biji kopi sebagai bahan baku membuat berbagai minuman berbasis kopi.

“Jangankan yang arabika, mencari yang robusta saja sulitnya setengah mati,” kata Bulan, pemilik Kafe Bulan di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.

Padahal, Indonesia merupakan salah satu produsen kopi robusta terbesar di dunia, bersaing dengan Vietnam dan Brasil. Di dalam negeri, menurut catatan Kementerian Pertanian, produksi kopi robusta mendominasi produksi kopi di Indonesia dan belum dapat ditandingi–meskipun saat ini seolah-olah menghilang dari peredaran.

Langka karena Krisis Iklim

Coffee Report and Outlook yang dirilis International Cofee Organization (ICO) pada Desember 2023 lalu menyebutkan adanya penurunan produksi kopi dari Asia dan Oseania. Pada periode 2022/2023 dua wilayah ini hanya menyumbang sebesar 4,7% atau sekitar 49,84 juta karung kopi. Untuk menjadi catatan, ukuran yang digunakan adalah karung kopi berbobot 60 kilogram per satuan. 

Penurunan juga terjadi di belahan bumi Afrika sebesar 7,2% atau sekitar 17,9 juta karung kopi. Menurut ICO, penurunan di kedua belahan bumi ini terjadi karena gangguan cuaca yang berdampak negatif pada produksi kopi, khususnya di Vietnam, Pantai Gading, dan Uganda.

Beruntung terjadi peningkatan produksi di belahan Amerika Selatan seperti Brasil yang menjadi penyangga utama suplai global saat ini. Peningkatan produksi kopi di Amerika Selatan membuat suplai produksi kopi global meningkat 1,8% atau sekitar 94 juta karung kopi di periode ini. 

Menurut ICO, alarm kondisi cuaca buruk untuk produksi kopi global itu pertama kali tercatat pada tahun 2022. Saat itu, Indonesia dan Vietnam dilanda La Nina yang membawa cuaca basah. 

Senada dengan ICO, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) juga sudah memproyeksikan penurunan produksi ini. Menurut proyeksi mereka, produksi kopi Indonesia secara keseluruhan untuk 2023/2024, baik itu arabika maupun robusta, akan turun sebesar 18% dari periode sebelumnya.

Dalam laporan USDA Desember 2023, disebutkan penurunan produksi arabika dan robusta mencapai 9,7 juta karung. Penurunan robusta diprediksi sebesar 2,1 juta karung dari periode sebelumnya menjadi 8,4 juta karung.

“Curah hujan berlebihan sepanjang 2021-2022 menyebabkan pertumbuhan ceri terganggu dan penyerbukan terhambat di dataran rendah wilayah Sumatera Selatan dan Jawa, di mana sekitar 75% dari kopi robusta ditanam.” tulis laporan itu. Sedangkan produksi arabika diperkirakan turun 1,3 juta karung dari sebelumnya 5 juta karung menjadi 2,7 juta karung.

Dalam laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia mencatatkan hattrick La Nina, alias dilanda La Nina selama tiga tahun berturut-turut. La Nina pertama kali menyambangi Indonesia pada 2020, berlanjut ke 2021 tembus 2022. 

Kondisi La-Nina lemah yang terjadi di awal tahun 2022 meningkat menjadi La Nina Moderat pada awal bulan Maret hingga akhir bulan Mei tahun 2022. Akibatnya terjadi peningkatan curah hujan pada musim kemarau atau sering disebut kemarau basah. 

Keadaan tak membaik pada 2023 karena El Nino menyambangi Indonesia dan Vietnam di tahun ini. Terlebih, fenomena El Nino ini dibarengi dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang menyebabkan fenomena El Nino semakin menguat. 

Artinya, kekeringan menjadi masalah utama di Indonesia sepanjang 2023. Hal ini juga berdampak pada Vietnam yang  mengalami fenomena serupa dengan Indonesia. 

La Nina, El Nino, dan Ceri Kopi di Indonesia dan Vietnam Setelah Dilanda Krisis Iklim

Menurut penjelasan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), El Nino adalah fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudera Pasifik Tengah dan Timur yang menjadi lebih hangat dari biasanya. 

Indonesia dan Vietnam yang berada di wilayah Pasifik bagian barat mendapatkan imbasnya. El Nino membuat kekeringan berkepanjangan karena mengurangi curah hujan di wilayah ini.

El Nino merupakan fenomena anomali cuaca yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Namun, menurut studi yang dilakukan para ilmuwan dari Institute of Geology, University of Innsbruck, Austria dan Minnesota University, Amerika Serikat, ada yang berbeda dari fenomena El Nino pada beberapa dekade belakangan. 

Menurut studi yang dipublikasikan dalam Geophysical Research Letters dan The Innovation Geoscience, sebelum 1970-an, El Nino lebih disebabkan oleh perubahan radiasi matahari yang memicu anomali suhu di permukaan laut Pasifik. Namun setelah 1970-an, aktivitas manusia yang menghasilkan emisi dan memicu pemanasan bumi, menjadi faktor dominan dalam membentuk El Nino, melebihi faktor alam seperti radiasi matahari. 

Artinya, fenomena krisis iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia akhir-akhir ini menyebabkan anomali cuaca. Padahal, kopi merupakan tanaman yang sangat sensitif pada perubahan cuaca. 

xr:d:DAF95zPlbJQ:173,j:6159097309077999940,t:24041406

Menurut berbagai literatur, kopi jenis arabika hanya bisa tumbuh dengan baik di ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), yang cenderung sejuk, dingin, dengan curah hujan berkisar 1.600-2.000 mm per tahun dan suhu berkisar 18-21’C. Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) menyebutkan batas toleransi suhu kopi arabika adalah 24’C.

Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat ini juga memberikan pemaknaan untuk kopi jenis robusta. Menurut NOAA, kopi robusta bisa tumbuh dengan baik di ketinggian kurang dari 1.000 mdpl.

Beberapa literatur menyebutkan ketinggian ideal untuk kopi jenis robusta adalah 400-800 mdpl dan lebih adaptif dengan suhu yang lebih tinggi. Adapun batas toleransi suhu untuk robusta adalah 22-26’C. Bahkan dipercaya robusta memiliki ketahanan berada di daerah dengan suhu udara tinggi hingga 30’C.

Persoalannya, menurut panel para ahli perubahan iklim yang didokumentasikan dalam laporan IPCC AR5, perubahan iklim cenderung membuat suhu semakin tinggi. Panel para ilmuwan perubahan iklim ini memprediksi jika krisis iklim tidak segera diatasi, kenaikan suhu rata-rata bumi akan mencapai 2,6-4’C yang dapat menyebabkan anomali cuaca.

Secara lugas IPCC menyebutkan ancaman krisis iklim terhadap produksi kopi dalam laporan mereka yang terangkum di AR5. Ancaman itu disebut-sebut sudah dirasakan di beberapa negara penghasil kopi global seperti Kenya, Mexico, Brasil, Indonesia, Vietnam, dsb. 

Selain sensitif terhadap perubahan suhu, sebuah penelitian dari Queensland University mematahkan mitos kopi robusta paling tahan terhadap suhu udara hingga 30’C. Riset yang dipublikasikan di jurnal Global Change Biology pada 28 Maret 2020 itu menyebutkan suhu rata-rata di atas 23,8’C akan menurunkan kualitas kopi robusta.

Menurut riset tersebut, robusta akan tumbuh baik pada suhu rata-rata 20,5’C dengan rentang suhu ideal 16,2-24,1’C. “Ini menunjukkan toleransi kopi robusta yang rendah terhadap kenaikan suhu, mematahkan mitos selama ini bahwa kopi robusta paling tahan terhadap suhu tinggi,” tulis tim peneliti dalam riset tersebut.

Baik kopi robusta maupun arabika, kedua jenis ini sangat rentan terkena dampak perubahan suhu dan siklus hujan. Dengan semakin meningkatnya suhu, perkembangan dan proses pematangan ceri menjadi semakin cepat yang menurunkan kualitas biji kopi. 

Paparan suhu di atas 24’C atau lebih secara kontinu menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada kopi, seperti daun menguning dan muncul tumor batang. Suhu udara yang tinggi selama fase pembungaan juga menyebabkan bunga menjadi lebih mudah gugur. 

Kerentanan kopi terhadap siklus hujan menyebabkan pohon kopi dapat mengering akibat musim kemarau dan petani rentan panen ceri kosong. Tetapi apabila terlalu sering diguyur hujan, bunga dan ceri tidak berkembang dengan baik dan akan cepat gugur sebelum sempat bertumbuh. 

Kondisi ini terbaca pada laporan bulanan IOC edisi Maret 2024. Dalam laporan disebutkan harga robusta dalam pasar lelang global berada di level tertingginya sejak Oktober 1994. Harga rata-rata kopi robusta pada Maret 2024 berada di US$ 165,84. 

Kontras dengan harganya yang meroket, ekspor green bean jenis robusta turun sebesar 3,7% menjadi 4,24 juta karung pada Februari 2024 dari sebelumnya 4,4 juta karung pada Februari 2023. Pemicu utamanya adalah berkurangnya ekspor robusta dari Vietnam dan Indonesia. 

Pengiriman dari Vietnam pada Februari 2024 ini tercatat sebanyak 2,54 juta karung, turun 19,9% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 3,17 juta karung. Sementara itu, ekspor Indonesia turun drastis hingga 48,1% karena produksi kopi Indonesia yang terganggu.

Bersandar Pada Impor

Kondisi kelangkaan kopi ini sudah diprediksi sebelumnya oleh Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Moelyono Soesilo. Dikutip dari Kontan, pada akhir Oktober 2023 lalu, Moelyono mengatakan panen kopi Indonesia menurun tajam hingga 30% karena kendala cuaca, cenderung basah pada 2022 dan cenderung sangat kering selama 2023. 

Menurut Moelyono, cuaca basah akibat hujan yang relatif lebat turun terus-menerus mengganggu pembungaan, pembuahan, dan pertumbuhan ceri kopi atau yang kita kenal sebagai biji kopi. Sedangkan pada 2023, Indonesia dilanda El Nino yang menyebabkan kekeringan ekstrem di beberapa daerah penghasil kopi. “Karena produksi kopi di dalam negeri tidak cukup, untuk menutup kekurangan bahan baku industri kopi, ya, akhirnya impor,” kata dia. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kopi pada Januari 2023 tercatat sebesar 1,41 juta kilogram. Jumlahnya meningkat 81,14% dibandingkan Januari 2023 dan meningkat 102,63% dibandingkan Desember 2022. Sedangkan menurut data Departemen Agrikultural Amerika Serikat atau The United States Department of Agriculture (USDA), impor Indonesia mulai melonjak sejak 2022 dan diprediksi akan semakin meningkat.

Selaras dengan data USDA, Kementerian Perdagangan mencatat nilai impor kopi Indonesia cenderung meningkat sejak 2019. Peningkatan tajam terjadi pada 2022 dengan nilai impor mencapai US$ 502,1 juta dari tahun sebelumnya sebesar US$ 325,4 juta. Nilai impor itu terus meningkat pada 2023 sebesar US$ 537,7 juta atau melampaui 100% nilai impor pada 2019.

Dalam perdagangan internasional, kopi digolongkan ke dalam komoditas sejenis dengan teh dan rempah-rempah menurut klasifikasi kode HS 2 digit, yaitu 09. Lonjakan nilai impor dalam golongan komoditas ini terjadi karena adanya peningkatan impor kopi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, akibat penurunan produksi.

Merujuk data Kementerian Pertanian, volume impor kopi Indonesia juga cenderung meningkat. Pada 2017, volume impor kopi menurut catatan Kementerian Pertanian adalah sekitar 29,882 juta ton. Jumlah ini meningkat hingga mencapai 32,486 juta ton pada 2021. Catatan ini terekam dalam Analisis Kinerja Perdagangan Kopi 2022 yang dirilis Pusat Daya dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian pada Desember 2022.

Direktur Eksekutif ICO Vanúsia Nogueira menyatakan dampak krisis iklim terhadap kopi harus segera diatasi melalui produksi kopi yang berkelanjutan. ” Visi ini berpusat pada ketahanan ekonomi, merayakan keragaman asal usul kopi, dan memperjuangkan kelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim melalui sirkularitas, produksi regeneratif, perdagangan, dan konsumsi. Juga menyoroti perlunya melestarikan ekosistem alami di negara-negara penghasil kopi di seluruh dunia,” kata dia. ***


Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar

Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca