Thrifting telah dikenal sebagai salah satu cara untuk mengonsumsi pakaian ramah lingkungan. Essi Vesterinen dan Henna Syrjälä (2022) yang melakukan tinjauan literatur sistematis berkaitan dengan anti-konsumsi pakaian mengatakan bahwa konsumsi pakaian bekas seperti thrifting merupakan salah taktik yang menunjukan konsumsi pakaian kolaboratif (collaborative fashion consumption atau CFC).
Dalam CFC, individu tidak lagi mengenakan pakaian dan memberikan kepada pengguna lain karena bosan, tidak lagi sesuai, atau kurangnya ruang penyimpanan. Karena itu, konsumsi pakaian kolaboratif (CFC) tidak hanya melalui thrifting atau berbelanja pakaian bekas, tetapi juga mewariskan pakaian kepada kerabat, atau mendonasikan pakaian bekas layak pakai ke orang lain.
Di sisi lain, mengonsumsi pakaian bekas sebenarnya bukan cara terbaik dalam konteks anti-konsumsi pakaian. Vesterinen dan Syrjälä mengatakan bahwa anti-konsumsi pakaian tidak berarti menentang semua fase konsumsi, melainkan anti-akuisisi, anti-pembuangan, dan pro-penggunaan.
Ketika seorang individu konsumsi pakaian bekas baik melalui dengan cara membeli atau mendapatkan secara gratis, langkah itu sebenarnya tidak mengurangi jumlah produk yang digunakan oleh seorang konsumen atau individu. Dengan kata lain, jumlah konsumsi pakaian per individu masih berpotensi meningkat.
Karena itu, Vesterinen dan Syrjälä memberikan sejumlah taktik yang dapat dilakukan untuk melawan sistem fesyen sebagai industri yang paling tidak berkelanjutan. Taktik-taktik antikonsumsi pakaian ini diharapkan menjadi jalan menunju konsumsi yang ramah lingkungan. Berikut taktik-taktik itu:
1. Abstinence atau menahan nafsu belanja pakaian
Taktik termudah untuk menerapkan konsumsi pakaian ramah lingkungan, yakni membeli lebih sedikit pakaian atau lebih jarang membeli pakaian. Anda dapat melakukan taktik ini dengan cara melakukan diet atau detoksifikasi belanja pakaian, tidak melakukan perilaku pembelian pakaian jadi secara rutin selama periode waktu tertentu, atau membuat komitmen untuk memiliki dan menggunakan pakaian dalam jumlah terbatas untuk jangka waktu tertentu.
Untuk menahan nafsu berbelanja pakaian, Anda dapat memilah, mengorganisasikan, atau meninjau kembali pakaian yang ada dalam lemari Anda untuk menemukan dan menggabungkan barang-barang yang sudah Anda miliki. Anda perlu meningkatkan kreativitas agar pakaian yang ada dalam lemari Anda tetap dapat digunakan.
Hal yang perlu dihindari adalah memilah pakaian untuk dibuang karena sudah tidak digunakan kembali sehingga memberi ruang bagi barang baru. Sebab, langkah ini justru akan meningkatkan konsumsi dan berlawanan dengan strategi antikonsumsi pakaian.
2. Perawatan pakaian
Taktik lain untuk memperpanjang usia pakaian, yakni melakukan perawatan pakaian dengan baik. Taktik ini berkaitan dengan pemahaman Anda tentang laundry seperti suhu air yang tepat, deterjen, frekuensi pencucian dan pengeringan, serta keterampilan memperbaiki, mengubah, dan medesain ulang pakaian seperti mengganti resleting atau jahitan, mengubah ukuran pakaian atau membuat sesuatu yang benar-benar baru dari pakaian lama.
Tujuan dari perawatan pakaian adalah daur ulang. Karena itu, hal yang perlu dihindari, yakni membuat pakaian sendiri dari kain baru. Meski berpotensi melawan pasar, membuat pakaian dari kain baru sama saja dengan membeli pakaian baru sehingga tidak mengurangi konsumsi.
3. Memilih desain yang berumur panjang
Taktik ketiga untuk memperpanjang usia pakaian, yakni memilih desain yang berumur panjang atau desain yang akan meningkatkan keterikatan orang-produk. Desain yang berumur panjang dapat terwujud dalam desain yang sederhana atau simplicity, atau desain yang dapat berubah bentuk untuk berbagai tujuan (modularity). Kendati demikian, taktik ini membutuhkan komitmen Anda untuk memperpanjang siklus hidup garmen dan mengurangi konsumsi.
Selain taktik yang dapat dilakukan oleh konsumen, Vesterinen dan Syrjälä juga membahas taktik sistem layanan produk (product-service systems atau PSS) yang dapat dilakukan oleh industri. Pada product-service systems atau PSS, industri pakaian dapat memberikan dua layanan kepada konsumen, yakni layanan toolkit Make it Yourself atau kit berisi bahan dan alat untuk membuat dan mempersonalisasi pakaian; serta layanan desain partisipatif.
PSS meliputi layanan konsultasi, pertukaran dan penyewaan pakaian, dan perbaikan pakaian. Layanan konsultasi mengacu pada saran tentang bagaimana mengenakan pakaian yang ada dan menciptakan penampilan baru dan berbeda.
REFERENSI:
Vesterinen, Essi, and Henna Syrjälä. “Sustainable anti-consumption of clothing: A systematic literature review.” Cleaner and Responsible Consumption (2022): 100061.






Tinggalkan Balasan ke Evolusi Fashion: Dari Fungsi ke Simbol Status – Ekosentris.id Batalkan balasan