Di Taman Nasional Tesso Nilo, sebuah tragedi terjadi: Rahman, salah satu dari 10 gajah latih di wilayah itu mati. Pada usia 46 tahun, dia bukan hanya satu individu Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dia adalah simbol semangat konservasi yang membara di taman nasional yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan, Riau.

Pada pagi kelabu, 10 Januari 2024 pukul 08.30, Jumadi, sang mahout membawa buah dan memanggil gajah Rahman. Tak seperti biasanya, Rahman tak merespon. Saat ditemukan, Rahman sekarat. Gading sebelah kiri sudah hilang dipotong.

Pertolongan dengan memberikan obat, susu dan gula cair menggunakan selang ke mulut gajah, tak banyak membantu. Rahman tewas pukul 15.55. Gajah Rahman mati di rumahnya sendiri, rumah yang seharusnya menjadi ruang aman baginya.

Kematian Rahman menarik perhatian Chiccho Jerikho. Duta gajah dari WWF Indonesia ini menanyakan perkembangan kasus kematian Rahman ke Polda Riau, pada Senin 25 Maret lalu. Sang aktor membawa petisi lebih dari 10.000 warga yang peduli untuk mendorong pengungkapan kasus ini. Sebab, hingga kini, para pelaku yang membunuh dan mengambil gading Rahman masih buron.

Chicco Jerikho pernah berlari di London Marathon 2018 untuk menggalang dana konservasi Gajah Sumatera (Foto: Instagram/Chicco Jerikho)

Perburuan gading masih bayang-bayang maut bagi gajah. Gading gajah Sumatera jantan yang  panjangnya bisa mencapai 50-130 meter—tak sepanjang gading gajah Afrika, tetap menjadi incaran kolektor. Gajah Sumatera betina dengan caling sekitar 20cm, juga tak luput dari target pemburu.

Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan telah mengubah koridor alami gajah menjadi zona konflik. Bukan hanya karena perburuan, satwa besar yang dikenal dengan ingatannya yang kuat itu, kini perjalanannya sering terhalang oleh pemukiman manusia. Saat gajah berhenti untuk mencari makan, bentrokan dengan petani dan pekebun yang takut kehilangan hasil panen menjadi tak terelakkan.

Wajar jika petani dan pekebun takut merugi, satu individu gajah Sumatera dewasa perlu makan setidaknya 200 kilogram per hari atau 5-10% dari berat badannya. Bayangkan jika yang datang kawanan gajah lapar. Apalagi, ketika gajah makan, ia tidak akan berhenti sampai kenyang.

Gajah latih seperti Rahman memainkan peran penting dalam membimbing kawanan gajah liar untuk menjauh dari pemukiman, perkebunan maupun sawah untuk mencegah konflik. Petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) biasanya memasang kalung GPS pada salah satu anggota kawanan gajah liar ini untuk memantau pergerakan mereka dan mencegah potensi konflik di kemudian hari. Namun, hal ini sering kali terlambat, karena jalur perjalanan gajah umumnya terpencil dan sulit diakses.

Petani dan pemilik perkebunan sering memandang gajah sebagai hama yang merusak tanaman dan membahayakan panen. Banyak gajah mati di tempat terpencil karena sengatan listrik, jebakan, dan keracunan. Beberapa di antaranya kehilangan gadingnya. Tak jauh beda, hasil nekropsi juga menunjukkan bahwa Rahman diracun.

Racun menjadi cara baru yang keji dalam membunuh gajah. Pada tahun 2022 misalnya, satu individu gajah sumatera yang sedang bunting diracun di laman PT Riau Abadi Lestari. Gajah tersebut hampir melahirkan gajah jantan setelah masa kehamilan yang panjang yaitu 20-22 bulan. Insiden seperti ini menambah tekanan bagi populasi gajah yang sudah terancam punah (critically endangered).

Gajah Sumatera membutuhkan ruang yang luas untuk bebas bergerak dalam kawanannya. Gajah senior mengajari gajah muda tentang jalur yang telah mereka lalui. Membatasi ruang gerak gajah hanya di dalam area taman nasional bukanlah solusi, karena naluri jelajah alami mereka.

Ilustrasi gajah Sumatera berjalan menembus hutan.

Dulu, kawanan gajah dari Lampung bisa bergerak ke utara dan bertemu dengan kawanan gajah dari Aceh. Namun, kini pergerakan kawanan gajah terhambat. Fragmentasi habitat, konflik gajah-manusia hingga perburuan liar telah memisahkan mereka. Di Sumatera Barat misalnya, sudah lebih dari 40 tahun kawanan gajah tidak lagi melintas.

Toh tak semua kisah gajah merupakan tragedi. Kisah Codet, si gajah jantan dewasa tanpa gading adalah kisah perjuangan. Codet ditemukan sewaktu kecil dalam keadaan penuh luka dan dirawat di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau. Ia adalah gajah soliter yang lebih suka menyendiri. Ketika memasuki usia kawin, perjalanannya menemukan kawanan betina penuh dengan tantangan.

Tim dari Rimba Satwa Foundation mengikuti Codet selama tiga hari, menyaksikan bagaimana ia diusir berulang kali dari perkebunan, kebingungan menyeberangi jalan tol—hingga akhirnya menyeberang lewat bagian bawah jembatan. Ia juga menunggu hingga malam hari untuk menyeberang jalan lintas Sumatera.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 kilometer, Codet bisa menemukan kawanan betina di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil. Kegigihan Codet mencari pasangan di tengah perubahan lansekap dan upayanya menghadapi permusuhan manusia menunjukkan secercah harapan adanya ruang untuk koeksistensi.

***

Dalam ekosistem hutan, gajah Sumatera membuka jalan bagi satwa liar lainnya. Ketika berjalan dengan menginjak semak, banyak bibit tumbuhan melekat pada kakinya dan tersebar sepanjang koridor gajah. Kotoran seekor gajah yang bisa dibuang hingga 18 kali dalam sehari juga menjadi pupuk yang menyuburkan tanah.

Namun alih fungsi lahan di Sumatera membuat habitat gajah terus menyusut. Jika deforestasi terus berlanjut, masa depan gajah liar berada dalam bahaya.

Pemerintah sebenarnya telah memetakan rute perjalanan banyak kawanan gajah dalam koridor ekosistem esensial (KEE). Tetapi, seringkali koridor gajah bertentangan dengan rencana tata ruang provinsi sehingga menghambat upaya konservasi gajah. Pemerintah daerah perlu menyesuaikan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) untuk berbagi ruang dengan gajah.

Ilustrasi mengusir gajah dari sawah dengan menggunakan petasan

Indonesia mungkin bisa belajar dari kisah sukses sejumlah desa di wilayah Ronghang dan Hatikhali, negara bagian Assam wilayah tengah, India. Setelah tahun-tahun penuh konflik, penduduk desa itu mampu berbagi ruang dengan gajah.

Penduduk desa itu menyumbangkan 33 hektar lahan mereka untuk membuat zona makanan terpisah (padi) untuk gajah liar. Di kawasan perbukitan menuju desa tersebut, penduduk desa juga menanam bibit tanaman apel, Nangka, pisang dan rumput untuk gajah liar. Selama lima tahun terakhir program berjalan, tak ada konflik manusia-gajah di wilayah itu.

Ketika kawanan gajah liar datang, mamalia besar ini memakan padi yang diperuntukkan untuk mereka. dan tak menyentuh sawah penduduk. Penduduk desa menciptakan ruang agar gajah dapat makan tanpa merusak sawah dan ladang penduduk.

Ada pun kasus kematian Rahman dan perdagangan gading ilegal harus diusut tuntas dan diproses hukum. Tanpa penegakan hukum yang tegas terhadap perburuan dan perdagangan gading gajah, ancaman terhadap kelangsungan hidup gajah akan semakin besar. Tragedi gajah Rahman adalah titik balik, sebuah pengingat agar kita bertindak sebelum gajah Sumatera punah di alam liar.***

REFERENSI
  1. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/01/11/gajah-diracun-di-tn-tesso-nilo-sebelah-gadingnya-dipotong
  2. https://www.detik.com/sumut/berita/d-7261205/chicco-jerikho-datangi-polda-riau-minta-matinya-gajah-rahman-diusut-tuntas
  3. https://www.indiatoday.in/cities/guwahati/story/assam-villagers-create-separate-food-zones-to-mitigate-man-elephant-conflicts-1882098-2021-11-29
  4. https://nationalgeographic.grid.id/read/133881868/kisah-gajah-codet-berjalan-puluhan-kilometer-demi-mencari-pasangan


Tulisan kedua dari dari empat tulisan tentang berbagi ruang dengan hewan besar endemik di Indonesia. Tulisan sebelumnya telah membahas Harimau Jawa. Sementara, tulisan selanjutnya akan membahas Badak Jawa dan Orangutan.


Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

2 tanggapan untuk “Jalan Aman untuk Gajah Sumatera”

  1. […] tentang berbagi ruang dengan hewan besar endemik di Indonesia. Bagian berikutnya akan membahas Gajah Sumatera, Badak Jawa dan […]

    Suka

  2. […] ruang dengan hewan besar endemik di Indonesia. Tulisan sebelumnya telah membahas Harimau Jawa dan Gajah Sumatera. Sementara, tulisan selanjutnya akan membahas […]

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Melacak Jejak Harimau Jawa – Ekosentris.id Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca