LEBARAN tiba. Jumlah pemudik melesat, harapannya silaturahmi kian erat. Sayangnya, riuh bahagia di hari raya meninggalkan problema yang tak kalah berat: gundukan sampah tambahan di sepanjang jalur mudik dan rumah-rumah penduduk.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi jumlah sampah tambahan selama lebaran dua pekan pada tahun ini mencapai 58 ribu ton. Prediksi volume sampah tambahan ini tumbuh lebih tinggi bila dibandingkan dengan proyeksi selama dua tahun lebaran terakhir.

Prediksi volume sampah tambahan tahun ini tumbuh seiring dengan bertambah banyaknya pemudik. Kementerian Perhubungan memproyeksikan bahwa pemudik tahun ini mencapai 193,5 juta orang per tahun atau lebih dari dua pertiga penduduk Indonesia.

Lebaran menyisakan lebih banyak sampah plastik. Tidak hanya di area peristirahatan jalan tol, sampah wadah makanan sekali pakai juga memenuhi tong sampah rumah-rumah penduduk. Kepraktisannya menjadi alasan banyak penduduk yang tengah menjamu lebih banyak tamu.

Padahal, sampah plastik yang tidak dikelola, berpotensi tercecer di lingkungan dan menjadi mikroplastik. Sebuah penelitian di Kanada oleh Kieran D. Cox (2019) menunjukkan bahwa rata-rata manusia menelan puluhan ribu partikel kecil ini setiap tahunnya. Tingkat konsumsi bisa lebih tinggi lagi bagi mereka yang minum air keran atau air kemasan, yang mungkin mengandung mikroplastik dalam jumlah lebih tinggi.

Mikroplastik bisa menumpuk di berbagai organ tubuh manusia. Mereka telah terdeteksi di darah, jaringan paru-paru, feses, bahkan plasenta dan ASI. Namun, sejauh mana dampaknya terhadap kesehatan masih belum diketahui pasti.

Penelitian Jambeck (2015) yang terbit dalam jurnal Science menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan volume sampah plastik yang bocor ke laut paling besar kedua di dunia, setelah Cina. Indonesia berkontribusi terhadap 10% kebocoran sampah global ke laut setiap tahunnya. Namun jika melihat klasifikasi sampah di Indonesia , sampah sisa makanan tetap yang terbesar, yaitu mencapai 40,3% dari total volume sampah pada 2023.

Sampah sisa makanan maupun sampah plastik sama berbahayanya. Tragedi TPA Leuwigajah di Cimahi pada 2005 adalah bukti nyata. Pada saat itu, lokasi tempat pembuangan sampah penduduk Bandung ini meledak akibat tingginya kadar metana yang dihasilkan sampah organik–seperti sisa makanan dan kotoran hewan, yang membusuk.

Metana adalah gas rumah kaca yang kuat, gas ini 23 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida dan berkontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global.

Pemerintah memiliki program Indonesia Bersih Sampah 2025 dengan target pengurangan sampah hingga 30% dan penanganan sampah sebesar 70%. Agaknya target itu sulit tercapai. Selain dengana danya volume sampah ekstra dari lebaran tahun ini (58 ribu ton), masih ada sampah tambahan lain dari alat peraga kampanye selama Pemilihan Legislatif dan Pemilu Presiden. KLHK memproyeksikan jumlahnya mencapai 392 ribu ton. Pemilihan Kepala Daerah pada Oktober nanti, diperkirakan akan menambah pula beban sampah tambahan tahun ini.

Penanganan sampah merupakan wewenang dari Pemerintah Daerah. Meski ada banyak peraturan dan anggaran dari Pemerintah Pusat untuk mendorong program Indonesia Bersih Sampah 2025, kebijakan pemerintah daerah belum berpihak sepenuhnya pada program ini.

Tak sedikit kota yang merealisasikan belanja pengelolaan sampah kurang dari 2% APBD. Berdasarkan data yang dirangkum Kompas, Kota Cirebon hanya menganggarkan Rp 66 miliar atau 1,9% dari APBD untuk pengelolaan sampah. Alokasi itu hanya memungkinkan pengelolaan sampah sebesar 6,2%.

Kabupaten Deli Serdang lebih mengenaskan lagi. Kabupaten itu mengalokasikan Rp 42 miliar atau 1,3% dari APBD untuk pengelolaan sampah. Anggaran itu hanya memungkinkan pengelolaan sampah sebesar 3,2%.

Sementara itu, target pengurangan sampah hingga 30% berkaitan erat dengan perubahan sikap masyarakat. Proyeksi pemerintah selama tiga tahun terakhir yang menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pemudik berkorelasi langsung dengan volume sampah tambahan selama dua pekan lebaran, menunjukkan bahwa pemerintah belum meyakini adanya perubahan sikap dari masyarakat–khususnya pemudik, untuk meminimalisir sampah.

Saat ini di kota-kota besar kesadaran mengelola sampah baik melalui pemilahan, daur ulang, mencegah pemakaian plastik sekali pakai sudah mulai tumbuh. Di tingkat kelurahan, bank-bank sampah mulai terbangun dan dikelola oleh masyarakat. Tetapi dibutuhkan dukungan, keinginan dan gerakan yang lebih masif untuk pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan pengurangan sampah.

REFERENSI
  1. Cox, Kieran D., Covernton Garth A., Davies, Hailey L. et. al. (2019,5 Juni). Human Consumption of Microplastics. American Chemical Society. Environ. Sci. Technol. 2019, 53, 12, 7068–7074, diakses dari https://doi.org/10.1021/acs.est.9b01517
  2. Jambeck, Jenna R., Geyer, Roland., Wilcox, Chris. et. al.(2015, 13 Februari). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science. Science Mag Vol 347 Issue 6223, hal. 768-771. Diakses dari https://doi.org/10.1126/science.1260352
  3. Wisanggeni, Satrio P., Rosalina, Puteri., Krisna, Albertus. (2022, 19 Mei). Anggaran Rendah Sampah Melimpah. Kompas. Diakses dari: https://www.kompas.id/baca/desk/2022/05/19/anggaran-rendah-sampah-melimpah
  4. Kementerian Lingkungan Hidup
  5. SIPSN


Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

2 tanggapan untuk “Sampah Tambahan Saat Lebaran 2024”

  1. […] begitu, upaya yang dilakukan efektif menangani timbulan sampah plastik di lautan. Ini terlihat dari penurunan jumlah limbah plastik menurut catatan TKNPSL seperti grafik […]

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Emisi Karbon Mudik Lebaran 2024 – Ekosentris.id Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca