PEMBUNUHAN keji sejumlah individu Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon itu terungkap berkat kamera jebak. Kamera yang memantau pergerakan hewan di kawasan konservasi itu merekam adegan ganjil pada Mei 2022: sejumlah orang menenteng senapan di habitat terakhir Badak Jawa.

Wajah Sunendi, bos para pemburu, terekam jelas dalam rekaman kamera jebak. Dia memakai baju hitam lengan panjang, celana panjang, topi, sepatu bot dan tas selempang. Senapan dan golok ia tenteng.

Pada 26 November 2023, polisi menangkap Sunendi di belakang Terminal Grogol, Jakarta Barat. Polisi menemukan satu pucuk senjata api jenis Mauser bersama 12 peluru kaliber 7,62 milimiter, senjata api merek Colt 1911 dan empat butir peluru laras pendek kaliber sembilan millimeter saat menggeledah rumahnya di Desa Rancapinang, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Dalam persidangan perdana pada 17 April 2024, Sunendi membeberkan operasi timnya secara terperinci. Ia menggambarkan bagaimana mereka memasuki taman nasional yang berbatasan dengan desa tempat tinggalnya, membunuh badak, dan memotong cula untuk dijual.

Laporan persidangan dan penelusuran polisi menyebutkan satu cula badak yang dijual Sunendi bernilai Rp 280-525 juta. Konon cula badak merupakan obat segala macam penyakit, tetapi klaim ini tidak pernah dibuktikan kebenarannya secara medis.

Kehidupan Badak bisa dirunut hingga 40 juta tahun yang lalu. Badak Hitam Afrika (Diceros bicornis), Badak India (Rhinoceros unicornis), Badak Jawa dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)—empat dari lima spesies badak yang tersisa hari ini tengah berjuang menjauhi kumparan kepunahan.

Perburuan menjadi ancaman utama populasi lima spesies badak. Di Mozambik dan Rwanda, badak sempat menghilang karena perburuan dan perang sipil.

Di Indonesia, perburuan juga menjadi ancaman utama kelangsungan hidup badak. Kelompok kecil yang dipimpin Sunendi, misalnya, diduga telah membunuh enam individu badak sepanjang 2019-2023. Jumlah ini hampir mencapai 10% dari total populasi Badak Jawa yang tersisa di Ujung Kulon.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, populasi Badak Jawa di Ujung Kulon terus bertumbuh. Dari sebanyak 51 individu pada 2012, terus bertambah menjadi 77 individu dalam sepuluh tahun.

Namun laporan KLHK tentang populasi Badak Jawa ini bertolak belakang dengan penampakan badak lewat kamera jebak. Pemantauan dari kamera jebak justru menunjukkan adanya tren penurunan populasi badak. Tepatnya setelah 2018. Pada 2022, jumlah populasi badak yang terekam kamera hanya 34, kontras dengan tahun sebelumnya yang mencapai 56 individu.

Dugaan penurunan populasi badak itu terungkap dalam laporan Auriga Nusantara bertajuk “Badak Jawa di Ujung Tanduk.” Laporan itu menyebutkan adanya 18 individu Badak Jawa yang sudah tidak terlihat dari kamera jebak pada 2021. Tren itu terus bertumbuh jika dibandingkan dengan deteksi penampakan pada 2019.

Tiga di antaranya ditemukan mati. Sementara 15 individu sisanya belum diketahui apakah masih hidup atau tidak. Dari 15 badak yang tidak terlihat, sebanyak tujuh di antaranya adalah betina.

“Kehilangan tujuh individu betina ini kehilangan yang sangat besar bagi kestabilan populasi di Ujung Kulon,” kata Riszki Is Hardianto, salah seorang peneliti dalam jumpa pers daring, Selasa (11/4/2024).

Badak jantan bisa saling beradu untuk memperebutkan betina saat musim kawin. Adu badak tidak hanya berpotensi mengakibatkan luka tetapi juga kematian. Hal ini mengancam populasi badak yang sudah menipis.

Badak adalah insinyur lanskap, megaherbivora pemakan tetumbuhan. Ia menyebarkan biji-biji dan membentuk lingkungan sekitarnya. Ketika berkubang di genangan lumpur, ia menciptakan lubang air alami dan menjaganya tetap terbuka. Jika badak musnah, hewan-hewan lain juga terancam punah.

Badak pada dasarnya hewan yang soliter, cenderung hidup sendirian atau dalam kelompok kecil dan terisolasi. Fragmentasi habitat mempersulit badak untuk kawin. Kepadatan yang rendah di satu populasi juga membuat depresi (alle effect). Semakin lama badak tak kawin, ia juga rentan terpapar penyakit reproduksi.

Ini yang dialami Rosa, badak Sumatera yang dipindahkan ke Suaka Rhino Sumatera(SRS), area khusus dalam Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Rosa yang lama tak kawin, mulanya selalu kabur tiap bertemu badak jantan. Ia juga memiliki tumor dan mengalami keguguran delapan kali. Pada 24 Maret 2022, video Rosa melahirkan viral dan menggemparkan jagat konservasi.

Nasib Rosa jauh lebih baik ketimbang Najin dan Fatu, dua spesies terakhir dari badak putih utara (Ceratotherium simum cottoni) yang kini tinggal di Konservasi Ol Pejeta, Kenya. Keduanya betina yang berada di ambang kepunahan setelah Sudan, ayah dari Najin dan Kakek (juga ayah) dari Fatu, mati pada 2018.

Perburuan dan hilangnya habitat menjadi penyebab kepunahan badak putih utara Afrika, tetapi kerapatan genetika pada spesies terakhir menjadi pukulan terakhir. Keragaman genetika yang rendah pada badak meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan serta memicu kegagalan reproduksi. Hal ini pula yang menjadi ancaman bagi Badak Jawa.

Perburuan mengancam kelangsungan hidup badak baik di Afrika maupun Asia. Dua spesies badak endemik Indonesia: Badak Sumatera dan Badak Jawa merupakan badak-badak dengan ukuran terkecil dan populasi paling kecil di dunia (Sumber: Save The Rhino, International Rhino Foundation dan KLHK)

***

BADAK Jawa dikenali dengan satu culanya di atas hidung. Kulitnya lebih terang dan berlipat laksana baju zirah. Badak Jawa masih satu genus dengan Badak India. Tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil. Panjang tubuh Badak Jawa bisa mencapai 3,1-3,2 meter dan tinggi 1,4-1,7 meter. Sementara berat badak dewasa bisa mencapai 2,3 ton.

Tidak seperti namanya, Badak Jawa tidak hanya berdiam di Pulau Jawa. Spesies ini juga hidup di hutan hujan Malaysia—namun punah pada 2003. Badak di masa lalu bukanlah pemandangan langka. Nama daerah, desa, kecamatan yang menyandang nama ‘badak’ boleh jadi dulunya merupakan rawa dan muara tempat badak berkubang.

Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia, 1984) menulis bahwa kota Bandung merupakan hutan belukar di mana harimau dan badak sering masuk ke kawasan pemukiman pada akhir abad 19. Pada 1866, kata dia, penduduk masih melihat kawanan badak berkeliaran di daerah Cisitu.

Jalan Cibadak dan Rumah Sakit Hasan Sadikin yang dulu dikenal sebagai Rumah Sakit Rancabadak, diduga merupakan tempat pangguyangan badak di masa lalu. Kunto dalam bukunya menulis bahwa badak terakhir di Bandung diburu dan ditembak mati di hutan Cililin, Kabupaten Bandung Barat pada 1935.

Di Museum Zoologi Bogor, Badak Jawa berbobot 2,28 ton menjadi salah satu spesimen yang paling memukau pengunjung. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutnya sebagai badak terakhir tanah Priangan.

Badak ini merupakan pejantan yang hidup bersama badak betina di daerah Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada 1914, pasangannya, si badak betina, ditembak pemburu gelap.

Badak jantan ini sempat hendak dipindah ke Ujung Kulon yang saat itu merupakan Cagar Alam. Namun, karena sudah tua dan dikhawatirkan tidak bisa menggabungkan diri dengan sesamanya, Museum Zoologi Bogor menjadikan ia spesimen untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Petugas museum melumpuhkan badak jantan ini di Sindangkerta, Jawa Barat pada 31 Januari 1934

Tingginya perburuan, berkurangnya habitat akibat perebutan ruang dengan manusia itulah yang akhirnya menjadikan Ujung Kulon benteng terakhir kelangsungan Badak Jawa di alam liar. Badak jawa yang tersisa dikumpulkan dalam satu habitat seluas 45 ribu hektar.

Tetapi kondisi ini juga melahirkan ancaman lain: rendahnya keragaman genetika. Perkawinan sedarah akan menurunkan kualitas genetika spesies. Kekhawatiran ini pernah diungkap Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Mamat Rahmat pada 2018. Namun hingga saat ini, belum ada tindak lanjut dan strategi penyelamatan khusus dari pemerintah.

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 43 tahun 2017 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia, Badak Jawa memang seharusnya memiliki habitat kedua berupa penangkaran dan suaka seperti halnya Badak Sumatera dengan SRS. Hingga saat ini, rencana itu masih sekadar rencana.

Ancaman terhadap kelangsungan Badak Jawa semakin besar. Lokasi Ujung Kulon dengan Anak Gunung Krakatau misalnya, jaraknya hanya 76 kilometer. Kedekatan ini mengancam kelangsungan hidup badak, jika gunung api itu kembali erupsi besar.

Badak Jawa juga terancam dengan merebaknya parasit darah trypanosoma dan berkembangnya tanaman invasif yaitu Langkap (Arenga obtusifolia) di Ujung Kulon. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya parasit trypanosoma pada sejumlah serangga di Ujung Kulon. Parasit ini dapat membunuh badak. Sementara tanaman Langkap yang berbiak di kawasan ini dapat mengurangi ketersediaan tanaman pangan bagi badak.

Banyaknya ancaman ini menuntut pemerintah bertindak lebih cepat. Evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon harus segera dilakukan dari sisi kelembagaan, anggaran dan program. Termasuk di dalamnya, perbaikan sistem keamanan dan pengamanan, serta pembangunan habitat kedua.

Perkembangan hasil-hasil riset badak juga harus ditindaklanjuti dengan segera. Juga metodologi perhitungan badak jawa yang selayaknya dapat dipertanggung jawabkan secara saintifik.

Persidangan Sunendi yang mulai berjalan merupakan bagian dari perjuangan menyelamatkan Badak Jawa. Jaksa bakal menuntutnya atas perburuan hewan yang dilindungi (5 tahun bui). Tetapi vonis yang lebih besar dapat diputus jika jaksa menuntutnya atas kepemilikan senjata api dan pencurian kamera jebak. Dua tuntutan terakhir bisa membawa Sunendi ke vonis 20 tahun penjara. Polisi masih mencari tiga orang kaki tangan Sunendi.

Tertangkapnya Sunendi juga tak selayaknya membuat Taman Nasional Ujung Kulon melonggarkan keamanan. Laporan Auriga menyebutkan bahwa kantong habitat di bagian selatan cenderung menghilang.

Selatan Ujung Kulon berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Sehingga ada dugaan wilayah ini menjadi pintu masuk pemburu dari Lampung. Terutama setelah badak dari pantai-pantai lampung menghilang.

Kerabat Badak Jawa dengan subspecies yang berbeda pernah ada dan dikenal sebagai Badak Myanmar (Rhinoceros sondaicus inermis) serta Badak Vietnam (Rhinoceros sondaicus annamiticus). Pada tahun 1920, Badak Myanmar punah, 90 tahun kemudian, Badak Vietnam menyusulnya. Jangan biarkan Badak Jawa bernasib sama dengan para kerabatnya: punah dalam senyap.***

REFERENSI
  1. Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Pandeglang. Diakses pada 30 April 2024 di https://sipp.pn-pandeglang.go.id/index.php/detil_perkara.
  2. Auriga Nusantara. 2023. Badak Jawa di Ujung Tanduk. Diakses 30 April 2024 di https://auriga.or.id/flipbooks/report/id/89#page/
  3. Kunto, Haryoto. (1984). Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Penerbit Granesia.
  4. LIPI. (2019). Badak terakhir di Tanah Priangan. Diakses 30 April 2024 di https://www.facebook.com/lipiindonesia/posts/jawara-badak-terakhir-di-tanah-prianganbadak-jawa-rhinoceros-sondaicus-adalah-sa/10157380102502558/
  5. Anderson, Sam. (2021, 6 Januari). The Last Two Northern White Rhinos on Earth. Diakses pada 30 April 2024 di https://www.nytimes.com/2021/01/06/magazine/the-last-two-northern-white-rhinos-on-earth.html
  6. Konferensi Pers Auriga Nusantara. (2024). https://www.youtube.com/watch?v=lW9g-VEHBGE
  7. Haryanto. (1997). Invasi Langkap (Arenga obtusifolia) dan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati di Taman Nasional Ujung Kulon Jawa Barat. Media Konservasi Edisi Khusus. Diakses pada 30 April 2024, di http://www.rhinoresourcecenter.com/pdf_files/117/1175862815.pdf

Tulisan ketiga dari dari empat tulisan tentang berbagi ruang dengan hewan besar endemik di Indonesia. Tulisan sebelumnya telah membahas Harimau Jawa dan Gajah Sumatera. Sementara, tulisan selanjutnya akan membahas Orangutan.


Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

2 tanggapan untuk “Alarm Badak Jawa Berdering Keras”

  1. […] ruang dengan hewan besar endemik di Indonesia. Bagian berikutnya akan membahas Gajah Sumatera, Badak Jawa dan […]

    Suka

  2. […] Tulisan sebelumnya telah membahas Harimau Jawa. Sementara, tulisan selanjutnya akan membahas Badak Jawa dan […]

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Jalan Aman untuk Gajah Sumatera – Ekosentris.id Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca