HARIMAU Malaya (Panthera tigris jacksoni) dahulu berkeliaran bebas di semenanjung Malaysia dan menjelajahi hutan hujan tropisnya yang lebat. Kehadirannya begitu penting hingga menjadi simbol nasional Kerajaan Malaysia.

Namun, kini menemukan bayangannya di hutan pun sulit. Data terakhir menunjukkan populasi harimau Malaysia hanya sekitar 150 individu di alam. Angka yang mengkhawatiran ini menempatkannya sebagai salah satu subspesies harimau paling terancam punah di dunia.

Krisis ini menjadi sorotan dalam serial dokumenter terbaru berjudul The Wild Ones (2025) yang tayang di Apple TV+. Berbeda dari dokumenter yang biasanya menyoroti hewan di habitat alaminya, seri ini fokus pada proses pencarian spesies yang sangat langka. Episode perdananya mengangkat kisah pencarian Harimau Malaya.

Film ini dipimpin tiga host: Declan Burley, pakar kamera jebak (camera trap). Lalu ada Vianet Djenguet, juru kamera satwa liar profesional, dan Aldo Kane, mantan anggota Royal Marines sekaligus pemimpin ekspedisi.

Mereka, bersama kru dan penjaga hutan lokal, memasuki Taman Negara National Park di Pahang seluas 4.343 km². Perjalanan dilakukan dengan sampan, menembus hutan lebat untuk mencapai habitat harimau di ketinggian 1.200 mdpl.

Menaiki sampan menuju habitat harimau di Taman Negara, Pahang, Malaysia (Foto: Apple TV+)

Di lokasi tersebut, lebih dari 50 kamera jebak dipasang. Terutama di sekitar Gunung Tahan yang diperkirakan masih menjadi jalur lintasan harimau. Di pekan-pekan awal, rekaman kamera jebak lebih banyak memperlihatkan spesies lain seperti kucing hutan, anjing hutan, dan satwa kecil lain. Harimau sangat jarang terekam.

Rekaman pertama yang menampilkan harimau justru memperlihatkan individu yang pincang dengan tiga kaki. Cedera yang diduga kuat akibat jerat sling. Temuan ini menegaskan bahwa jerat merupakan ancaman utama kelangsungan hidup harimau, baik di Malaysia maupun di Sumatera.

Dokumenter ini juga menyabut praktik perburuan yang terkini. Harimau tidak hanya diburu untuk kulitnya, tetapi juga untuk tulangnya. Tulang harimau direbus dan sari patinya disimpan dalam botol, lalu disajikan dalam perjamuan sebagai simbol status sosial dan kekayaan.

Dalam salah satu ekspedisi, Aldo Kane memisahkan diri bersama dua ranger dan seorang juru kamera ke luar taman nasional. Hanya 40 menit dari perbatasan , mereka menemukan jerat sling, bekas perkemahan, dan sampah makanan instan—indikasi kuat aktivitas pemburu.

Ketika kembali lagi tujuh bulan kemudian, mereka menemukan 15 jerat di sepanjang perbatasan, hanya dalam satu hari penyisiran. Temuan ini mereka laporkan kepada Pangeran Pahang. Ia menilai bukti jerat yang begitu masif merupakan dasar kuat untuk memperluas Royal Tiger Conservatory. Belakangan, pemerintah Malaysia pun menambah 60 penjaga hutan baru untuk memperketat perlindungan habitat harimau.

Sementara itu, hasil kamera jebak yang ditinggalkan tujuh bulan lamanya, akhirnya memperlihatkan lebih banyak individu harimau. Termasuk seekor induk dengan tiga anaknya. Hal ini menjadi bukti bahwa meski terancam, populasi harimau Malaya masih bertahan di alam.

Hasil rekaman kamera jebak yang menunjukkan keingintahuan harimau Malaya terhadap benda asing (Foto: Apple TV+)

Seri The Wild One ini menarik. Bukan hanya karena memperlihatkan proses rekaman di alam, tetapi juga langkah yang bisa dilakukan untuk konservasi. Sayangnya, dokumenter ini luput membahas isu paling mendasar: deforestasi. Tanpa hutan yang utuh, harimau tak akan punya ruang untuk hidup.

Di Malaysia, ekspansi kelapa sawit dan proyek infrastruktur memutus jalur pergerakan harimau, memecah populasi menjadi kelompok-kelompok kecil yang rentan punah. Di Sumatera, laju deforestasi akibat perkebunan, tambang, dan pembangunan jalan kian menekan. Fragmentasi habitat membuat harimau Sumatera (Panthera tigris sondaica) lebih sering bersinggungan dengan manusia, memperbesar risiko konflik.

Di pulau Sumatera, konflik harimau-manusia paling sering terjadi di Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Pada 2022–2023, frekuensinya bahkan meningkat tajam. Bukan hanya karena perburuan dan deforestasi, tetapi wabah demam babi Afrika yang menurunkan populasi babi hutan. Babi hutan adalah mangsa utama harimau.

Akibatnya, harimau masuk ke desa dan memangsa ternak. Pada Juni tahun ini saja, tiga kejadian serangan terhadap sapi yang digembalakan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasinya dekat dengan perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Taman Nasional Gunung Leuser adalah hutan terbesar di Sumatera, membentang seluas 820 ribu hektare. Kawasan ini menjadi salah satu “rumah” utama bagi harimau Sumatera, selain habitat lain yang tersebar di pulau ini. Namun, dengan populasi hanya sekitar 400 individu, keberadaan harimau Sumatera tetap terbilang langka—bahkan di negeri yang menjadi habitat aslinya.

Jerat bisa dibersihkan, pemburu bisa ditangkap, tapi jika hutan terus hilang, upaya konservasi hanya akan jadi tambal sulam. Harimau adalah predator puncak dengan wilayah jelajah luas; mereka butuh bentang alam, bukan sekadar fragmen hutan yang terisolasi.

Ilustrasi harimau

Toh, The Wild Ones memberi kita gambaran jelas: harimau masih ada, tetapi hidupnya rapuh. Setiap jerat, setiap hektare hutan yang hilang, menyempitkan ruang hidup mereka.

Harapan masih ada. Dari penambahan jagawana di Malaysia, hingga patroli pemuda seperti “Pagari” di Sumatera, yang menyisir hutan untuk melepas jerat harimau. Langkah-langkah kecil ini membuktikan bahwa upaya kolektif bisa memberi ruang hidup bagi raja hutan.

Pertanyaannya kini bukan lagi sekadar berapa jumlah harimau yang tersisa, melainkan apakah manusia mampu mengubah cara hidupnya. Apakah manusia mampu menghentikan perburuan, menjaga sisa hutan tropis, dan memastikan ruang jelajah bagi raja hutan ini tetap ada.

Sebab bila harimau lenyap, yang hilang bukan sekadar seekor predator, melainkan keseimbangan hutan. Dan itu berarti, kehilangan masa depan manusia.***


Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Satu tanggapan untuk “Harimau Malaya Paling Langka, Tinggal 150 Individu Saja”

  1. […] Jawa (Panthera tigris sondaica), adalah satu dari tiga subspecies harimau yang hanya ada di Indonesia. Kerabatnya, harimau Bali punah lebih awal sebelum Indonesia merdeka. […]

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Melacak Jejak Harimau Jawa – Ekosentris.id Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Ekosentris.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca